Indonesia adalah negeri yang kaya akan warisan kebudayaan bernilai tinggi. Akan tetapi, arus globalisasi terus menggerus dan menggeser budaya lokal. Bila tidak dilestarikan, kepunahan budaya di Indonesia tidak dapat dihindari. Gamelan adalah salah satunya.
Semakin terpinggirkannya budaya nusantara di negeri sendiri, menjadi keprihatinan tersendiri Dayu Padmara Rengganis, pemerhati seni budaya Yogyakarta. Ia merasa miris melihat globalisasi dan modernisasi besar-besaran, khususnya di kota-kota besar mulai melunturkan rasa cinta para pemuda bangsa akan budayanya sendiri. Budaya yang merupakan unsur penting identitas bangsa semakin menghilang seiring dengan perkembangan zaman.
“Berangkat dari keprihatinan atas semakin banyaknya anak-anak muda zaman sekarang tidak mengenal budayanya sendiri, khususnya gamelan. Kami pun mendirikan sanggar Laksita Mardhawa," ungkap Dayu kepada Elva Setyaningrum dari politikindonesia.com, di Jakarta, Selasa (25/09).
Dayu berniat untuk melestarikan seni dan budaya jawa yang selama ini digelutinya. Atas dasar itulah ia menamakan sanggarnya Laksita Mardhawa. Laksita berarti keindahan dan Mardhawa artinya memanjang ke depan. Ia berharap budaya Jawa yang indah akan bisa tetap lestari.
“Berawal dari ingin mengembangkan seni gamelan untuk memfasilitasi hasrat kerabat yang ingin mengenal budaya Yogyakarta, sanggar ini pun mengembangkan sayapnya untuk memperdalam seni tari dan seni membatik. Hingga saat ini, kami masih terus mengajak generasi muda untuk bergabung,” ujarnya.
Meski kental dengan kebudayaan Yogyakarta, sanggar yang dipimpinnya juga mengajarkan kebudayaan Jawa lainnya, seperti budaya Solo. “Pengajarnya sendiri untuk gamelan itu, sesepuh kami yang sudah berumur 82 tahun. Untuk membatik itu didatangkan dari museum tekstil. Sedangkan, untuk menari dari Institut Seni Indonesia (ISI),” paparnya.
Kepada politikindonesia.com, Dayu memaparkan pandangannya tentang budaya Jawa, khususnya Yogyakarta di Indonesia. Juga tentang obsesinya untuk melestarikan budaya itu. Ia ingin agar gamelan bisa diakui dunia sebagai warisan budaya asli Indonesia. Berikut petikan wawancaranya.
Seperti apa perkembangan kebudayaan Jawa saat ini?
Saya masih merasa prihatin akan perkembangan budaya tradisional Jawa, khususnya Yogyakarta. Orang-orang di negara lain sangat menghargai seni budaya Indonesia. Pada pembukaan beberapa acara di luar negeri misalnya, yang main gamelan bule semua. Masa orang Indonesia sendiri jsutru tidak bisa? Membatik juga sudah mulai diadopsi oleh orang negara lain.
Syukurlah, saat ini semakin banyak masyarakat yang tertarik untuk melesrarikan itu. Kini banyak sosialita dan politikus mulai bergerak dan memperlihatkan perhatiannya pada seni tradisi nusantara.
Anda bilang orang luar lebih menghargai budaya Indonesia, kenapa?
Kalau saya melihat, karena bangsa Indonesia terlalu sibuk akan gelombang globalisasi. Walaupun sangat jelas globalisasi bagus dalam segi teknologi dan ekonomi, tapi untuk urusan budaya, kebudayaan lokal jauh lebih bagus. Kenapa? Karena nilai-nilai budaya itu tumbuh dan berkembang dari masyarakat itu sendiri.
Masalah budaya, seharusnya kita tidak perlu mengadopsi budaya lain karena Indonesia sudah kaya akan tradisi dan budaya. Seperti saat ini, klub malam dan berbagai genre musik beredar dan menguasai jiwa anak muda zaman sekarang. Budaya barat ini tidak tahu mengapa dinikmati masyarakat luas yang pada dasarnya bukan milik bangsa Indonesia. Berbeda dengan tradisi kesenian nasional sendiri malah masih sangat jarang peminatnya. Misalnya gamelan, mengapa kita sendiri tidak bisa melestarikannya?
Apa yang anda lakukan agar anak-anak muda bisa tertarik untuk belajar budaya Jawa?
Menarik minat masyarakat akan budaya tradisional harus diiringi dengan perbaikan keseniannya itu sendiri. Tempatnya harus nyaman, yang ditampilkan juga harus representatif. Jadi, pilihannya setara. Jadi, mereka bukan hanya sekedar memenuhi kewajiban untuk melestarikan budaya, tapi melakukannya karena senang, hobi dan menjadi sebuah kebutuhan. Bukan karena terpaksa.
Dalam hal ini, target kami adalah generasi muda, yaitu anak-anak. Kami ingin agar anak-anak tidak lupa akan akar budaya Indonesia. Jika budaya diajarkan sejak dini, maka akan lebih tertanam pada diri mereka. Jangan sampai anak cucu kita belajar kepada orang Londo (orang Asing,red). Kami sangat bangga bisa mengarahkan anak-anak itu pada pengenalan budaya tradisional. Kalau bukan kita yang melanjutkan, siapa lagi.
Apakah itu alasan anda membuat sanggar seni?
Ya, itu aksi kongritnya. Kami membentuk sanggar ini dan setiap Sabtu mengadakan latihan agar budaya ini lebih dikenal di masyarakat. Kami juga menggelar sejumlah pementasan. Salah satunya Pujastungkara Agung yang akan diadakan di Balai Kartini, pada Sabtu (27/10) mendatang.
Harapan Anda dengan sanggar tersebut?
Pastinya kami berharap ke depannya akan semakin banyak lagi anak-anak muda yang ditulari apa itu tradisi. Tidak hanya anak muda, kepada para orangtua pun kami berharapan juga agar mereka mulai mengajarkan akan pentingnya nilai-nilai tradisi budaya yang menjadi identitas bangsa Indonesia. Sehingga generasi muda bisa merasakan pengalaman yang berbeda.
Saya senang karena saat ini tren selebritis, sosialita, ataupun politikus sudah mulai menyentuh kebudayaan tradisional. Mereka mulai ikut serta dalam bermain ketoprak bersama. Melalui ini, paling tidak minimal mereka tahu bagaimana dan seperti apa budaya tradisional tersebut. Selain itu, para pemerhati kebudayaan tradisional saat ini mulai menjemput bola. Mereka menggelar pertunjukan di tempat-tempat umum, seperti mal. Karena memang orang Indonesia kan hidupnya di mal. Kini mereka mulai mendekatkan diri dengan masyarakat.
Anda aktif mengkampanyekan gamelan, apa alasannya?
Saya ingin sekali pihak pemerintah dan swasta bisa memberikan dana untuk para pembuat gamelan. Saya pikir, itu sebagai salah satu upaya agar gamelan juga bisa lebih dikenal masyarakat. Gamelan asli Indonesia itu memiliki kualitas yang bagus, saya yakin harganya juga akan mahal.
Apa obsesi anda lainnya untuk melestarikan gamelan tersebut?
Kami akan berusaha membawa gamelan ini agar diakui oleh dunia sebagai warisan budaya asli Indonesia. Oleh karena itu, kami akan berupaya mendaftarkannya ke UNESCO. Tujuannya, kami ingin menambah apa yang sudah di dapat oleh wayang, batik, keris, angklung, suku asmat dan tari saman. Kami ingin gamelan mempunyai pengakuan yang sama di mata dunia.
Gamelan itu unik dan bisa menciptakan harmonisasi yang unik pula. Tapi seperti usaha kami yang sebelumnya, ternyata membawa gamelan agar diakui oleh dunia ini tidak gampang. Jadi yang sekarang ingin kita lakukan adalah melestarikan dan mengembangkan. Jika gamelan ini sudah ada yang melestarikan dan mengembangkan, saya yakin akan lebih mudah UNESCO mengakuinya sebagai warisan budaya asli Indonesia.
Seperti keris yang mengajukan bukan hanya Indonesia, tapi Malaysia dan Singapura juga mengklain menggunakan keris yang sama. Namun ketika ditanya, dimana sekarang empu yang buat keris ternyata ada hanya di Indonesia. Jadi, saya yakin sekali gamelan akan bisa diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya asli milik Indonesia.
Apa alasan Anda ingin sekali mendaftarkan gamelan ke UNESCO?
Untuk gamelan ini hampir setiap hari ada yang memainkannya. Banyak sekali gending-gending Jawa yang sudah dikomersilkan dalam bentuk compaq disk (CD) dan sudah di upload di sejumlah jejaring sosial. Kita harus terus mengupayakan agar UNESCO mau mengakui karena kita sudah mempunyai bukti. Dengan begitu, kita sudah mempermudah diri kita sendiri dengan terus menerus melestarikan dan mengembangkan gamelan tersebut. Karena konsep kepemilikan budaya oleh UNESCO telah ditetapkan, jika negara itu bisa melestarikan dan mengembangkan maka kebudayaan itu milik negara tersebut. Dari negara Asia, Indonesia terbilang sedikit menyumbang warisannya budayanya. Cina saja ada sekitar 15 jenis budaya mereka yang diakui UNESCO, sedangkan Jepang 10 jenis.
© Copyright 2024, All Rights Reserved