Komunitas adat terpencil – dulu istilahnya suku terasing – adalah masyarakat Indonesia yang belum memenuhi standar sosial dasar. Mereka tinggal di pedalaman, hutan, bahkan tinggal di atas pohon. Mereka belum tersentuh sandang, pangan dan papan. Belum punya RT/RW bahkan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Tapi mereka punya duta, yakni duta komunitas adat terpencil (KAT).
Adalah Ratna Listy, artis dan presenter yang terpilih untuk kedua kalinya sebagai Duta KAT periode 2012-2014. Sebagai Duta, banyak hal yang harus dilakukan oleh Ratna. Salah satunya membantu menyuarakan program pemerintah untuk kalangan masyarakat tersebut. “Karena pemerintah juga memberikan fasilitas yang sama dengan kita kepada masyarakat itu,” ujar perempuan bernama lengkap Ratna Sulistyaningsih ini kepada politikindonesia.com, di Jakarta, Senin (17/12).
Menurutnya, Duta KAT kian terasa dibutuhkan peran dan kontribusinya dalam rangka optimalisasi dan akselerasi jangkauan penyebarluasan informasi dan pemahaman mengenai KAT kepada khalayak luas. Melalui Duta KAT ini pula, diharapkan semakin banyak pihak yang tergerak untuk ikut ambil bagian dalam pemberdayaan komunitas adat terpencil tersebut. “Sejak adanya Duta KAT ini, informasi semakin tersebar luas dan mendorong motivasi untuk mengajak semakin banyak masyarakat terlibat.”
Ratna menjelaskan, menjadi Duta KAT ini bukanlah hal yang mudah. Pemilihannya harus melalui seleksi yang ketat dan syarat yang cukup berat. Syaratnya adalah harus mau ditugaskan ke lokasi terpencil. Bahkan, sampai tidak mandi selama 3 hari karena di lokasi-lokasi tersebut sulit mendapatkan air bersih.
“Kepercayaan ini tidaklah mudah, karena ada persyaratan khusus dan melalui seleksi yang ketat. Bukan hanya artis yang terkenal, tapi harus punya jiwa sosial dan latar belakang pendidikan yang baik yang bisa menjadi nominasinya. Bahkan, harus siap tidak mandi. Karena banyak yang tidak ada air," ucap alumni Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya ini.
Ratna menambahkan, saat ini terdapat 213.080 keluarga KAT. Sejak tahun 1970, hanya 40,08 persen keluarga itu yang telah diberdayakan. Sementara masih tersisa sekitar 127.767 keluarga yang belum diberdayakan. “Pemerintah berikan bantuan, tapi rasanya belum cukup. Perlu juga ada perhatian dari Pemda setempat,” paparnya.
Kepada Elva Setyaningrum, perempuan kelahiran, Madiun, Jawa Timur, 2 Agustus 1973 ini menjelaskan, tentang komunitas adat terpencil serta perannya sebagai duta. Banyak pengalaman unik dan lucu yang dialaminya berkunjung ke pedalaman. Berikut petikan wawancaranya:
Apa sebenarnya KAT tersebut?
Komunitas warga negara Indonesia yang tinggal di perbatasan. Secara geografi masih masuk wilayah Indonesia, tapi mereka tinggal di hutan. Dulu, istilahnya disebut suku terasing. Mereka tinggal di pedalaman, hutan, bahkan ada yang tinggal di atas pohon. Mereka belum memenuhi standar sosial dasar. Mereka adalah warga negara Indonesia yang masih belum tersentuh sandang, pangan dan papan. Tak punya RT/RW, Kartu Tanda Penduduk (KTP), tidak ada listrik hingga jaringan komunikasi.
Mengapa Anda tertarik untuk menjadi Duta KAT, bahkan terpilih untuk kedua kalinya?
Semua itu karena keprihatinan saya dengan komunitas adat ini. Mereka itu walau tinggal di pedalaman adalah warga Indonesia juga. Namun kehidupan mereka masih ingin terus mempertahankan kearifan lokal wilayahnya. Sehingga mereka bisa dikatakan jadi warga terbelakang. Oleh karena itu, saya kembali tertarik mengikuti pemilihan ini. Saya merasa, masih banyak tugas saya untuk mensosialisasikan dan membangkitkan daerah terpencil di Indonesia menjadi lebih berkembang belum selesai. Tujuannya supaya masyarakat luas mengetahui ada KAT. Kemudian bisa memunculkan kontribusi. Dunia usaha juga bisa membantu melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR).
Apakah dengan menjadi duta, Anda akan meninggalkan dunia entertainment?
Tidak. Dunia entertainment bisa dibilang sudah membesarkan saya. Namun yang terpenting, saya harus bisa mengatur atur waktu. Tujuan saya berkecimpung dalam dunia hiburan untuk mencari uang. Namun, Duta KAT adalah kerja sosial yang dijalankan dengan ikhlas dan senang hati. Jadi kalau hitung-hitungan artis, jadi duta lebih banyak capeknya. Tapi saya anggap ibadah dan saya senang. Sebenarnya, tugas ini tidak ringan. Bagi bisa jadi kesempatan untuk berbakti kepada bangsa.
Bisa dijelaskan apa saja tugas Anda sebagai Duta KAT?
Memberdayakan masyarakat terasing ini secara sosial, kesehatan, ekonomi, dan pendidikan, dengan tetap mempertahankan keaslian budaya masyarakat setempat. Selain itu, melakukan komunikasi serta menemui dan memberikan motivasi kepada masyarakat yang termasuk komunitas adat terpencil. Dalam kegiatan ini saya harus mengeluarkan segenap kemampuan saya, karena kadang tidak mengerti bahasa Indonesia. Nah, agar komunikasi lancar, saya harus menggunakan bahasa universal. Misalnya dengan bernyanyi. Jadi saya melakukan komunikasi langsung dengan masyarakat dan mengajak dialog para tokoh masyarakat setempat.
Bisa cerita pengalaman anda selama menjalankan tugas sebagai Duta KAT?
Banyak pengalaman unik dan lucu yang saya alami. Tapi yang tidak pernah terlupakan adalah pada masa awal-awal saya menjalankan tugas sebagai Duta KAT. Kebiasaan sebagai publik figur, saya saat itu masih mengutamakan penampilan. Daerah pedalaman yang pertama kali saya kunjungi adalah Suku Badui, di Banten. Karena saya belum tahu kalau di tempat semacam itu tak mungkin memperhatikan gaya, maka saya pun mengenakan high heel alias sepatu hak tinggi. Ternyata, jalur yang dilalui harus ditempuh dengan berjalan kaki. Sehingga saya pun kesulitan berjalan karena jalannya tak ada aspal. Mereka juga tak ingin ada kendaraan bermotor dan polusi di permukimannya
Masyarakat Badui masih mempertahankan kearifan lokal. Akhirnya, sepatu hak tinggi itu pun saya tenteng. Karena saya tak bawa ganti dan tidak ada persiapan, terpaksa saya nyeker, ha ha ha.
Adakah pengalaman yang paling berkesan bagi anda?
Yang paling berkesan, ketika saya berkunjung ke suku Anak Dalam di Jambi. Setelah jalan darat 4 jam dari kota, kemudian nyeberang pakai perahu getek. Sat itu, saya melihat spanduk bertuliskan, "Selamat Datang Duta KAT.” Pikiran saya waktu itu sudah sampai di lokasi yang dituju. Ternyata, saya malah harus berjalan kaki. Setelah ketemu hutan, ternyata masih pakai ojek 2 jam lagi.
Uniknya lagi, ketika bertemu dengan komunitas Suku Anak Dalam. Saat itu, pemerintah membangun sejumlah rumah untuk ditinggali mereka. Rumah itu ternyata hanya ditinggali mereka ketika ada kunjungan pejabat saja.
Apa harapan Anda sebagai Duta KAT?
Ini merupakan kesempatan yang bisa saya gunakan untuk memberdayakan masyarakat yang secara sosial agar memiliki taraf hidup lebih baik. Keterlibatan publik figur, seperti saya ini diharapkan bisa menjadi cara jitu agar masyarakat merasa lebih dekat dan akrab. Peran Duta KAT ini diharapkan bisa membantu mempersempit jurang ekonomi yang begitu tajam serta membawa pesan perdamaian dengan tidak hanya mementingkan golongan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved