Banyak orang yang mengatakan, terorisme yang terjadi di Indonesia bahkan di dunia disebabkan faktor ketidakadilan. Hal tersebut bohong. Masalah terorisme sebenarnya berlatar belakang energi. ISIS adalah contoh nyatanya. Bangsa Indonesia harus waspada terhadap paham terorisme karena teroris adalah sebagian dari Proxy War yang ada di Indonesia.
Pandangan itu disampaikan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo beberapa waktu lalu saat memberikan kuliah umum di hadapan 490 Mahasiswa Pascasarjana Universitas Pertahanan, PMPP IPSC, Sentul, Bogor, Jawa Barat.
Panglima TNI mengatakan, ISIS saat ini bukan lagi ISIS melainkan Islamic State. Mereka para teroris itu, ingin membuat satu negara menjadi negara Islam. Namun perekrutanya dari seluruh negara.
“Jadi ISIS dalam sistem perekrutanya, mencari hal-hal yang sensitive, dimana kesenjangan sosialnya dan tingkat ketidakadilan sangat tinggi serta sering terjadi pelecehan agama di negara tersebut, seperti Indonesia dan Perancis serta beberapa negara lainnya,” imbuh Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.
Gatot menyebut, banyak anak-anak Indonesia yang masih kecil, saat ini berada di Suriah, dimana mereka diberikan latihan menembak dan latihan militer lainnya untuk dididik menjadi pasukan ISIS.
“Anak-anak tersebut dicuci otak untuk menjadi teroris bahkan mereka membakar raport sekolahnya. Dan apabila nantinya mereka terdesak di Suriah, maka sesuai doktrin para teroris tersebut akan kembali ke negara asalnya dan mengadakan perjuangan di wilayahnya masing-masing,” ujar Panglima TNI.
Panglima TNI mengutip eberapa hasil survei yang dilakukan oleh lembaga penelitian. Seperti yang dilakukan Wahid Foundation pada tahun 2016. Survei itu mengatakan bahwa 7,7 persen muslim Indonesia bersedia berpartisipasi dengan teroris, 0,4 persen pernah berpartisipasi dengan teroris.
Sedangkan Setara institute mengatakan bahwa 35,7 persen siswa SMA Negeri Jakarta dan Bandung intoleran pasif, 2,4 persen intolerar aktif dan 0,3 persen berpotensi menjadi teroris.
Hasil survei serupa juga disampaikan oleh Universitas Islam Negeri Jakarta pada tahun 2011. Hasilnya, 26,7 persen mahasiswa Islam setuju jihad dengan kekerasan. Sedangkan 68,4 persen lainnya tidak setuju.
Sedangkan CSRC UIN Jakarta pada tahun 2008-2009 mengeluarkan hasil survei dimana 45 persen Takmir Masjid di Jakarta mewajibkan berdirinya Negara Islam dan 26 persen jihad melawan kaum non muslim, dan 32 persen wajib perjuangkan kilafah, sementara 14 persen wajib perangi pemerintah yang tidak melakukan syariah.
“Dapat dibayangkan betapa perekrutan teroris sangat mudah dengan menggunakan media sosial dan teroris Indonesia memiliki dana yang cukup besar.”
Gatot menyebut, dana teroris yang masuk ke Indonesia paling besar berasl dari Australia. “Bukan negara Australia ya tetapi dari wilayah Australia, Malaysia, Brunei dan Philipina, dimana teroris yang telah dilatih disiapkan untuk masuk ke Indonesia,” kata Panglima TNI.
Panglima TNI menyebut, sumber dana teroris yang masuk ke Indonesia melalui yayasan-yayasan juga cukup besar. Tapi, aparat tidak dapat berbuat apa-apa, karena Undang-Undangnya masih mengatakan bahwa terorisme adalah tindakan kriminal biasa.
“Maka dari itu saya katakan alangkah bodohnya bangsa ini, kalau masih mendefinisikan teroris adalah kejahatan kriminal. Kalau dianggap kejahatan kriminal berarti tindakannya berdasarkan hukum pidana. Padahal itu sudah pembunuhan secara massal, membuat ketakutan berlebihan, merusak sendi-sendi kehidupan, bahkan merusak kedaulatan negara. Itu adalah kejahatan negara, kita harus berani menyikapi hal itu,” tandas Panglima TNI.
© Copyright 2024, All Rights Reserved