Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima data aliran transaksi keuangan berkaitan dengan proyek Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Data tersebut disampaikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Dari pemerintah dana itu masuk ke satu rekening konsorsium. Dari konsorsium ini menyebar ke mana uang yang Rp5,9 triliun itu. Hal ini yang kami sedang telusuri," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan, Jumat (18/08) 2017.
Alex mengatakan, data transaksi keuangan tersebut terkait sejumlah korporasi yang tergabung dalam Konsorsium PNRI, yang mengerjakan proyek e-KTP. Di antaranya adalah PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo persero), PT LEN Industri (persero), PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra.
Dikatakan Alex, data PPATK tersebut akan memudahkan KPK dalam melacak kerugian negara Rp2,3 triliun dalam proyek e-KTP. Termasuk, apakah ada aset-aset yang telah disimpan di luar negeri. “Termasuk siapa yang menikmati selisihnya itu, yang dari hasil audit Rp2,3 triliun itu. Nah pengembangannya ke situ, follow the money," kata Alex.
Lebih jauh Alex mengatakan, KPK tengah mempertimbangkan menggunakan pasal pencucian uang dalam kasus e-KTP. Saat ini para penyidik KPK masih menelusuri dan mematangan bukti-bukti. “Nanti (dakwaan TPPU) kan bisa secara terpisah. Jadi bisa, sangat bisa (Pasal TPPU)," ujar dia.
Sekedar informasi, dalam perkara e-KTP, KPK telah menjerat lima orang tersangka. Mereka adalah, dua mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto, pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Ketua DPR Setya Novanto dan anggota DPR dari fraksi Golkar Markus Nari. Khusus untuk Irman dan Sugiharto, Pengadian Tipikor Jakarta telah menjatuhkan vonis terbukti bersalah.
© Copyright 2024, All Rights Reserved