Adanya resiko fiskal yang menjadi tantangan bagi pemerintah baru, dimana beban subsidi energi membengkak sehingga defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga naik. Bank Indonesia (BI) telah menyiapkan skema untuk mengendalikan inflasi jika pemerintahan baru nanti, menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juda Agung mengatakan, pihaknya memperkirakan dampak langsung inflansi hanya sekitar 3 bulan. "Dampak langsungnya hanya tiga bulan, kalau naik pada Oktober maka Januari dampaknya sudah mereda," ujarnya kepada pers, di Bandung, Sabtu (12/07) kemarin.
Juda mengatakan, jika beban subsidi dalam APBN tidak dikurangi maka defisit APBNP 2014 bisa saja lebih dari 2,4 persen dari produk domestik bruto (PDB). Padahal batas maksimum adalah tiga persen.
Jika defisit membengkak, fungsi pemerintah dalam kebijakan fiskal tidak akan berjalan maksimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. "APBN yang harusnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi tidak dapat berfungsi maksimal karena adanya pemangkasan belanja," katanya.
Juda menyebutkan berdasarkan perhitungan BI, jika misalnya harga BBM naik Rp1.000 per liter maka dampak inflasinya sekitar 1,6 persen. "Jika naik Rp2.000 kalikan dua saja," katanya.
Juda menambahkan, jika pemerintah menaikkan harga BBM maka target inflasi, bakalan tidak tercapai. "Memang target inflasi tidak akan tercapai tetapi struktur dan fundamental ekonomi akan lebih baik sehingga pertumbuhan ekonomi pun bisa lebih tinggi," imbuhnya.
BI memandang, akan lebih baik jika pemerintah menerapkan kebijakan subsidi BBM tetap sehingga APBN tidak terlalu berat menanggung beban subsidi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved