Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang menjatuhkan hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp900 juta subsidair 10 bulan penjara terhadap Sri Hartini. Bupati Klaten non aktif itu dinyatakan terbukti bersalah menerima suap dan gratifikasi.
Putusan itu dijatuhkan Majelis hakim yang diketuai Antonius Wijantono, dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (20/09). “Terdakwa secara sadar melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut," ujar Antonius membacakan amar putusan.
Majelis hakim menyatakan, Sri Hartini terbukti melanggar ketentuan pasal 12 huruf A mengenai suap dan pasal gratifikasi sebagaimana pasal 12B Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Perbuatan korupsi terdakwa juga dilakukan secara berlanjut sebagaimana disebutkan dalam pasal 64 KUHP.
Majelis hakim menyatakan, Hartini terbukti menerima suap dan gratifikasi dalam empat kasus yang menjeratnya.
Atas vonis tersebut, baik Sri maupun jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan pikir-pikir.
Sekedar pembanding, vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta hukuman 12 tahun dan denda Rp 1 miliar. Namun secara umum materi tuntutan telah diterima oleh majelis hakim.
Sri Hartini terjaring operasi tangkap tangan KPK pada 30 Desember 2016 lalu. Ia kemudian didakwa menerima uang suap dan gratifikasi sebesar Rp 12,887 miliar. Suap dan gratifikasi terdiri dari beragam kasus mulai dari jual beli jabatan, pemotongan bantuan dana desa, mutasi dan promosi kepala sekolah SMP dan SMA, mutasi PNS di Setda Pemkab Klaten hingga pengisian jabatan di PDAM, rumah sakit, dan intansi terkait.
© Copyright 2024, All Rights Reserved