Hukuman 1 tahun penjara yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, atas Mashuri Hasan, terdakwa kasus pemalsuan surat keputusan Mahkamah Kontitusi (MK) mengundang komentar dari anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Abdul Malik Haramain. Ia menyesalkan vonis itu, karena dianggapnya terlalu berat. Bagi Hariman, Masyhuri hanyalah korban pembuatan surat palsu MK.
“Masyhuri Hasan hanya korban dari konspirasi jahat kasus surat palsu. Tidak selayaknya dihukum seberat itu," terang politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu kepada pers, Rabu (04/01).
Haraiman juga mengharapkan kepolisian dapat memproses hukum pihak lain yang terlibat dalam pembuatan surat palsu tersebut. “Saya menyayangkan sikap aparat penegak hukum yang hanya menyentuh di permukaan, tidak sampai ke akar-akarnya. Upaya ini akan mengubur usaha membongkar konspirasi kasus surat palsu MK tersebut.”
Kata Haraiman, apabila proses hukum kasus surat palsu MK hanya berhenti di Mashuri, yang sekedar staf juru panggil di MK waktu itu, publik akan menilai penegakan hukum di Indonesia telah tebang pilih. “Ini semakin menguatkan dugaan banyak orang bahwa sistem peradilan kita masih tebang pilih," ujar dia.
Haraiman juga menyatakan kekecewaannya terhadap proses hukum kasus mafia pemilu yang mencuat dari pembuatan surat palsu MK. Sebagai anggota Panja Mafia Pemilu, dirinya kecewa dengan penegak hukum yang dinilai tidak memiliki komitmen untuk membongkar tuntas kejahatan pemilu. “Polisi benar-benar tidak berkeinginan menuntaskan kasus ini. Hasil ini sangat kontras dengan hasil temuan panja mafia pemilu yang menemukan secara gamblang keterlibatan Andi Nurpati dan Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi," ujar dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved