Mencuatnya kasus AAL ke permukaan, anak remaja yang disidang karena mencuri sendal jepit milik seorang polisi, membuat persidangan kasus itu menjadi perhatian luas. Sidang lanjutan kasus ini di Pengadilan Negeri Palu, hari ini, Rabu (04/01), diwarnai aksi demontrasi dari sejumlah elemen masyarakat.
Massa pengunjuk rasa tersebut merupakan gabungan dari berbagai elemen organisasi seperti Banua Nuana (Rumah Anak) Palu, Komunitas Peduli Perempuan dan Anak (KPPA), Walhi-LBH Sulteng, paguyuban Pemuda Parigi-Moutong dan sejumlah organisasi massa ekstra kampus lain.
Mereka mengusung berbagai poster berisikan kecaman terhadap tindakan polisi yang memperkarakan kasus ini hingga persidangan. Sejumlah spanduk lainnya berisikan seruan agar majelis hakim membebaskan AAL dari tuntutan. Kasus ini mencoreng citra polisi. Polisi semestinya berwibawa dan dihargai namun akibat kasus sandal jepit tersebut, kewibawaan polisi tak lebih dari sandal jepit.
Ketua Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Seto Mulyadi yang turut memantau langsung sidang tersebut sempat menemui para pengunjuk rasa. Saat berorasi, Seto menyampaikan terima kasih kepada aktivis di Sulawesi Tengah yang sudah memberikan dukungan terhadap AAL, siswa sebuah sekolah menengah kejuruan di kota ini.
"Kita berikan apresiasi atas proses pengadilan dan semoga tetap mendukung AAL sebagai anak Indonesia," kata Seto seraya meminta pengunjuk rasa tetap menjaga keamanan dalam mendukung pembebasan AAL.
Sidang AAL kali ini adalah sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan dua orang saksi yang juga rekan terdakwa. AAL yang berusia 15 tahun itu diperkarakan oleh dua anggota Brimob Polda Sulteng karena kedapatan mencuri sandal jepit milik salah seorang polisi itu.
Kasus ini bermula pada November 2010 ketika AAL bersama temannya lewat di Jalan Zebra di depan kost Briptu Ahmad Rusdi. Melihat ada sandal jepit, ia kemudian mengambilnya. Suatu waktu pada Mei 2011, polisi memanggil AAL dan temannya atas tuduhan mencuri.
Selain diinterogasi, AAL juga dipukuli dengan tangan kosong dan benda tumpul. Kasus ini bergulir ke pengadilan dengan mendudukkan AAL sebagai terdakwa pencurian sandal. Jaksa dalam dakwaannya menyatakan AAL melakukan tindak pidana sebagaimana pasal 362 KUHP tentang Pencurian dan diancam 5 tahun penjara.
Sementara itu, Polda Sulteng telah menghukum polisi penyaniaya AAL. Briptu Ahmad Rusdi dikenai sanksi tahanan 7 hari dan Briptu Simson J Sipayang dihukum 21 hari. Sejumlah lembaga pemerhati anak memprotes kasus tersebut dan menggalang dukungan untuk mendesak agar AAL dibebaskan. Sebagai bentuk protes, aksi mengumpulkan sandal jepit untuk Kapolri pun digelar di beberapa wilayah.
© Copyright 2024, All Rights Reserved