Perayaan Idul Fitri di Kota Gaza tahun ini nampak sepi. Tidak ada perayaan kembang api atau petasan yang membahana di udara. Tidak ada anak-anak yang berlari sambil menunjukkan baju baru dan menerima banyak manisan dari para tetangga. Yang ada, mereka malah menerima teror dalam bentuk telepon dari militer Israel.
"Dengarkan Hamas. Jika kalian masih hidup, maka kalian harus tahu bahwa jika kalian melanjutkan serangan ini, maka kami akan merespons. Kami akan merespons lebih keras," ancam militer Israel yang telah direkam.
Pernyataan itu merupakan bagian dari kampanye Israel untuk membujuk agar kelompok militan Hamas menghentikan serangan roket.
Kondisi ironis dialami warga sebagian besar anak-anak justru terbaring di rumah sakit karena terluka akibat serangan Israel. Sekelompok pemuda, lalu membagikan manisan dan kue kepada anak-anak yang terluka itu.
Senin (28/07) yakni hari raya Idul Fitri seharusnya menjadi hari membahagiakan bagi umat Muslim di seluruh dunia setelah selama satu bulan penuh berpuasa. Namun, tidak bagi umat Muslim di kota Gaza, Palestina.
Kantor berita Reuters mengutip pernyataan seorang bernama Abir Shammaly yang tengah berduka saat Idul Fitri tahun ini. Putra Shammaly tewas dalam serangan udara Israel ketika menggempur Distrik Shejaia di bagian timur kota Gaza pada pekan lalu. Kini, dia hanya bisa menangis di samping jasad putranya itu. "Bagaimana seharusnya perasaan seorang ibu ketika dia membuka mata pada hari Idul Fitri dan tidak melihat putranya ada di samping dia?" tanya Shammaly.
Shammaly duduk termenung di samping makam putranya yang baru saja digali. Sementara putri Shammaly menabur bunga mawar berwarna merah muda dan putih di atas pusara sang kakak. Shammaly merupakan satu dari ribuan warga Gaza yang memberikan penghormatan bagi orang Palestina yang tewas dalam serangan Israel yang membabi buta.
Setelah tiga pekan militer Israel menggelar Operasi Perlindungan Perbatasan pada 8 Juli lalu, total lebih dari 1.000 warga Palestina meregang nyawa. Sementara 6.000 lebih warga mengalami luka.
Umat Muslim di Gaza terpaksa menunaikan ibadah salat Idul Fitri di lapangan-lapangan terbuka. Menurut keterangan seorang relawan lembaga kemanusiaan Mer-C, Husein, kepada BBC, mereka lebih memilih menunaikan salat di tempat tersebut, karena takut akan menjadi sasaran serang militer Israel. "Risikonya terlalu besar," ungkap Husein.
Alhasil, lanjut Husein, salat Id dilakukan di berbagai tempat. Bahkan, ada umat Muslim yang menunaikan salat di bangunan lain seperti di gereja. "Mereka salat di dalam bangunan gereja karena kondisinya tidak memungkinkan salat di mesjid mengingat masjid menjadi target serangan militer Israel," kata Husein.
Selain tidak ada tempat untuk beribadah, warga Gaza juga kehilangan rumah untuk berlindung. Banyak dari mereka terpaksa mengungsi karena mengikuti saran militer Israel, khawatir menjadi sasaran tembak.
© Copyright 2024, All Rights Reserved