Sebuah lembaga atau kementerian yang mendapat yang mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bukan tolok ukur dan jaminan bahwa di lembaga tersebut tak ada korupsi.
Hal itu disampaikan Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara dalam jumpa pers di Gedung KPK, Sabtu (27/05) kemarin. Hal ini terkait dengan kasus dugaan suap Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) terkait dengan pemberian predikat WTP oleh auditor BPK
"Saya ingin jelaskan bagaimana proses pemberian opini dalam kementerian. Jadi kita melakukan pemeriksaan yang dilakukan tim. Tim terdiri anggota tim, ketua tim, sampai penanggung jawab. Proses yang dilakukan dibangun dari hasil pemeriksaan, temuan pemeriksaan seperti apa," kata Moermahadi.
Ketua BPK menjelaskan, dari temuan akan dinilai apakah temuan mempengaruhi pada opini atas laporan keuangan suatu kementerian. Ia menyebut ada 4 kriteria yang dinilai BPK. "Apakah laporan keuangan sesuai standar akuntasi, kecukupan bukti, sistem pengendalian internal, dan ketaatan perundang-undangan," jelas Moermahadi.
Ada tiga jenis pemeriksaan yang dilakukan BPK. Pertama pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Pemeriksaan keuangan dimaksudkan untuk memberikan opini apakah laporan keuangan sudah disajikan secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Sementara, pemeriksaan kinerja dimaksudkan untuk menilai apakah pelaksanaan suatu program atau kegiatan entitas sudah ekonomis, efisien, dan efektif.
Sedangkan pemeriksaan dengan tujuan tertentu merupakan pemeriksaan investigatif untuk mengungkap adanya kecurangan (fraud) atau korupsi. Kemudian juga pemeriksaan lingkungan, pemeriksaan atas pengendalian intern, dan lainnya.
Ada empat opini yang bisa diberikan BPK kepada entitas. Yakni WTP/unqualified opinion, WDP/qualified opinion, Tidak Memberikan Pendapat (TMP) atau Disclaimer opinion, dan Tidak Wajar (TW) atau adverse opinion.
© Copyright 2024, All Rights Reserved