Banyak nelayan tradisional yang tidak mengerti tentang batas laut antara negara Indonesia dengan Malaysia. Mereka pun tidak memiliki kapal yang menggunakan navigasi seperti peta atau global positioning system (GPS). Akibatnya, kerap terjadi nelayan menerobos menyeberangi batas laut negara lain.
Demikian dikemukakan oleh Ketua Gabungan Nelayan Tradisional Karimun (GNTK) Acay Lim. Dia mengakui para nelayan tradisional di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau banyak yang masih buta atas batas laut Indonesia.
"Namanya saja nelayan tradisional, mereka banyak yang buta tentang batas-batas laut negara kita dengan negara lain," ujar dia di Tanjung Balai Karimun, Minggu (12/13).
Acai menerangkan, pada umumnya nelayan tradisional menggunakan kapal berbobot kecil yang tidak dilengkapi sarana navigasi memadai. Apalagi, GPS yang berfungsi mengetahui titik koordinat di laut. "Akibatnya tidak jarang mereka secara tidak sengaja menangkap ikan di perairan negara jiran," ucap dia.
Dikatakan Acay, tingkat pendidikan para nelayan rata-rata rendah. Mereka umumnya tamatan sekolah dasar, atau bahkan banyak yang tidak bersekolah. Hal itu juga menambah ketidaktahuan mereka tentang batas-batas perairan. “Di laut tidak ada rambu-rambu seperti di darat."
Diceritakannya pula, nelayan tradisional Karimun, menangkap ikan di dalam perairan kabupaten setempat untuk satu atau dua hari. "Salah satu perairan paling sering dijadikan tempat menangkap ikan adalah sekitar Pulau Karimun Anak dan Takong Hiu yang berada di perbatasan," katanya.
Disinggung mengenai KM Sriwijaya 2 beserta tiga nelayannya oleh aparat perairan Malaysia, Jumat (11/12) dinihari, Acai mengatakan kapal tersebut merupakan kapal tradisional dengan bobot tiga ton. Namun, Acai mengaku tidak tahu persis, apakah mereka saat ditangkap berada di perairan Malaysia atau tidak. “Kami tidak tahu persis dan bukan kewenangan kami untuk memberikan keterangan," katanya.
Acay berharap kepada peranan petugas patroli untuk mencegah adanya nelayan tradisional yang melaut di perairan negara lain. “Petugas patroli berkewajiban menyuruh nelayan kita untuk menghindar dari perairan negara lain," katanya.
Dikatakannya pula, sepanjang 2010, terjadi dua kasus penangkapan nelayan oleh aparat perairan Malaysia, salah satunya penangkapan 4 nelayan Meral pada Oktober. "Keempat nelayan itu memang berada di perairan Malaysia. “Kami nelayan sudah meminta maaf atas peristiwa itu karena telah merepotkan aparat kita," katanya.
Acay juga berharap media massa tidak serta merta memberitakan bahwa aparat Malaysia menangkap nelayan bukan di perairan mereka sebelum ada keterangan resmi dari aparat terkait. “Masalah perbatasan sangat sensitif. Tidak semua nelayan itu patuh pada aturan, sebagian ada juga yang nekad menangkap ikan di perairan lain," katanya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved