Dalam blog pribadinya, Prof.Dr.Endang Caturwati menulis “Sebagai individu yang menyintai seni dan budaya sunda, saya tidak pernah berhenti untuk selalu memikirkan, berbuat melalui penelitian serta memberikan hasil yang saya peroleh kepada masyarakat yang memerlukannya…”. Janji itu telah dipenuhinya.
Pada hari kedua Gelaran Budaya Gotrasawala 2014 yang berlangsung di Keraton Kasepuhan, Cirebon, Kamis (04./120 malam, Direktur Pembinaan Kesenian dan Perfilman, Direktorat Kebudayaan, Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah itu mementaskan karya tarinya yang bertajuk Balebat.
Istilah Balebat dalam bahasa sunda berarti semburat cahaya menjelang pagi. Karyanya itu diambil dari cerita rakyat Jawa Barat, Sangkuriang yang dikemas dalam nuansa kekinian.
Endang mengemas adegan percintaan antara Dayangsumbi dengan Sangkuriang dengan penuh romantisme. Namun betapa terkejutnya Dayangsumbi yang telah berubah menjadi wanita muda nan cantik itu ketika melihat bekas luka di kepala Sangkuriang. Ia sadar bahwa orang yang dikasihinya tak lain anaknya sendiri.
Cinta yang sudah terlanjur mengalir tak elok jika langsung diputus tanpa sebab. Maka Dayangsumbi pun meminta syarat kepada Sangkuriang untuk membendung sungai dan membuat perahu kayu dalam semalam. Permintaan itu dipenuhinya. Atas bantuan jin, Sangkuriang sudah hampir menyelesaikan permintaan kekasihnya itu menjelang fajar menyingsing.
Melihat keadaan itu, Dayangsumbi berupaya mencari akal dengan membuat semburat cahaya menjelang pagi. Akal-akalan Dayangsumbi pun berhasil mengecoh Sangkuriang. Ia merasa gagal memenuhi permintaannya. Dalam kegalauan itulah Sangkuriang akhirnya menelungkupkan perahu yang telah dibuatnya. Cerita itulah yang kemudian melahirkan legenda Tangkuban Perahu.
Alur cerita yang berujung tragis itu divisualisasikan melalui tarian bergaya kontemporer. Semua gerakan ditata dengan begitu apik. Tanpa terasa pertunjukan pun berakhir dan aplaus penonton membahana.
Pementasan hari kedua (04/12) ditutup kolaborasi antara Ana Alcaide (composer musik asal Spanyol) dengan Gotrasawala Ensamble. Lagu-lagu sunda Cianjuran terasa begitu ngelangutkan jiwa. Suara kecapi, suling dan kendang berpadu dengan Nykelharpa, sejenis alat musik tradisional Swedia.
Kolaborasi keduanya semakin menunjukkan bahwa musik tradisional Indonesia dapat berpadu secara harmonis dengan musik tradisional Barat. Melalui harmonisasi semacam itulah musik tradisisional Indonesia mendunia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved