Baru saja disahkan, Rabu (20/07) malam, Undang-Undang Pemilu terancam digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Penetapan ambang batas pencalonan Presiden sebesar 20 persen yang menjadi pemicunya.
Ahli Hukum dan Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menyatakna, akan mengajukan uji materi UU Pemilu ke MK. “Perjuangan secara politik oleh partai-partai yang menolak keberadaan presidential threshold telah usai. Kini menjadi tugas saya untuk menyusun argumen konstitusional yang menunjukkan bahwa keberadaan presidential threshold dalam pemilu serentak bertentangan dengan UUD," terang Yusril dalam keterangan tertuliscom, Jumat (21/07).
Yusril berpendapat penetapan Opsi A dengan ambang batas presiden (presidential threshold) sebesar 20-25 persen bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) juncto Pasal 22E ayat (3) UUD 45. Yusril mengatakan, Pasal 6A ayat (2) mengatakan "Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum "
Jika mengacu pada Pasal 22E ayat 3 UUD 45, maka pemilu yang pesertanya merupakan partai politik adalah pemilihan legislatif. Jadi pengusulan capres dan cawapres oleh parpol peserta pemilu itu harus dilakukan sebelum pemilu DPR dan DPRD.
“Oleh karena itu, presidential threshold mestinya tidak ada, baik pemilu dilaksanakan serentak maupun tidak serentak. Apalagi dalam pemilu serentak, yang perolehan kursi anggota DPR-nya belum diketahui bagi masing-masing partai," terang Yusril.
Dikatakan Yusril, ia akan menentang UU Pemilu yang disahkan DPR meski dirinya harus berjuang sendirian. Ia berharap MK dapat memproses uji materi UU Pemilu dengan profesional dan independen.
“Mudah-mudahan Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal penegakan konstitusi di negeri ini akan tetap jernih dan independen dalam memeriksa permohonan uji materi UU Pemilu ini," pungkas Yusril.
© Copyright 2024, All Rights Reserved