Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah diharapkan menerbitkan aturan baru untuk memperbaiki pengelolaan wilayah perbatasan. Peraturan ini diperlukan untuk mengurangi kesenjangan pembangunan di pusat dan wilayah perbatasan. Jika tidak segera diubah, kawasan perbatasan bisa masuk skenario “Merah Putih Setengah Tiang”.
Demikian disampaikan Panglima TNI Jenderal Moeldoko saat sidang desertasi doktornya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Rabu (15/01). Moeldoko akhirnya raih gelar Doktor dengan predikat sangat memuaskan di bidang Ilmu Administrasi dengan desertasinya itu.
Sidang doktoral tersebut diketuai oleh Dr. Arie Setiabudi Susilo, M.Sc, dengan promotor Prof. Dr. Eko Prasojo, Mag.rer.Publ., Ko-Promotor Prof. Dr. Azhar Kasim, Mpa., dengan anggota Dr. Son Diamar, M.Sc., Dr. Roy Valiant, M.Soc.Sc., Dr. Sodjuangan Situmorang, M.Sc., Prof. Dr. Sudarsono Hardjosoekarto., Prof. Dr. Huseini dan Prof. Dr. Ridwan Maksum, M.Si.
Dalam desertasi yang berjudul “Kebijakan dan Scenario Planning Pengelolaan Kawasan Perbatasan di Indonesia, Studi Kasus Perbatasan Darat di Kalimantan,” Moeldoko secara khusus menyoroti persoalan wilayah perbatasan Kalimantan.
Menurutnya, kesenjangan wilayah perbatasan di Indonesia relatif sudah berkurang kecuali di Kalimantan. Adapun, kesenjangan yang terjadi di sana terkait pembangunan infrastruktur daerah dan pertumbuhan ekonomi daerah. Moeldoko menilai, masih ada disharmonisasi antara UU Nomor 43 Tahun 2008 tentang Batas Negara dengan UU Pemda. “Sedangkan dengan UU hubungan internasional masih perlu banyak dibenahi," katanya.
Atas dasar itu, dalam desertasinya, Moeldoko menyampaikan rekomendasi jika pemerintah dan DPR perlu merumuskan aturan baru soal perbatasan.
Disertasi tersebut, menggali 3 pertanyaan pokok yang menjadi persoalan dalam penelitian Moeldoko. Pertama, terkait bagaimanan isi kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan; bagaimana implementasi kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan dalam mewujudkan beranda depan negara yang aman dan sejahtera; terakhir, terkait bagaimana skenario dan arah kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan yang aman dan sejahtera sampai 2030.
Sementara itu, kesimpulan atas ketiga pertanyaan tersebut, dikatakan Moeldoko, pertama, adanya kesenjangan, disharmonisasi, kevakuman, ketidakkonsistenan, serta ketidaktepatan perumusan kebijakan yang mengakibatkan tidak optimalnya sistem keorganisasian dan program.
Kedua, ketiadaan efektivtas implementasi karena keragaman persepsi dan hambatan sarana dan prasarana. Kesimpulan ketiga, yaitu adanya empat driving force yaitu politik, pembangunan ekonomi, keamanan serta kesejahteraan. “Apabila tidak dilakukan perubahan, maka pengelolaan kawasan perbatasan masuk Skenario Merah Putih Setengah Tiang atau Merah Putih Turun tiang," ujar Moeldoko .
Setidaknya, ada 3 rekomendasi yang diberikan Moeldoko dalam disertasinya. Pertama, perlu ada perbaikan, penyempurnaan, dan harmonisasi kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan, serta perlu ada pengembangan grand design penataan dan pengelolaan kawasan perbatasan. Kedua, perlu ada kesepahaman persepsi dan strategi dari para stakeholder serta penyediaan prasaranan, saranan dan sumber daya yang memadai.
Ketiga, perlunya pengembangan skenario dengan variabel yang lebih lengkap sebagai dasar pembaruan atau penyempurnaan kebijakan dan implementasinya, serta perlunya perbaikan atau penyempurnaan kebijakan strategis secara terus menerus.
© Copyright 2024, All Rights Reserved