Program Kementerian Keuangan yang melakukan reformasi birokrasi di Direktorat Jendral (Ditjen) Bea Cukai dinilai sudah berjalan cukup baik. Penegakan etika di kalangan pegawai menjadi inti reformasi birokrasi yang dijalankan untuk pemulihan citra kinerja lembaga negara tersebut di masyarakat, khususnya pengusaha.
Setidaknya, demikian penilaian yang dikemukakan oleh Wakil Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Andi Timo Pangerang. Reformasi birokrasi menjadi terobosan bagi Bea Cukai untuk menjawab masalah dan keluhan masyarakat atas kinerja pelayanannya.
“Tujuan utama reformasi birokrasi ini bukan untuk mencari dan menangkap orang yang melakukan kesalahan. Melainkan menegakkan aturan internal serta membuat sadar para pengusaha agar mereka mau mentaati aturan yang berlaku," ujar politisi perempuan dari Partai Demokrat itu kepada politikindonesia.com, di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (15/03).
Kepada Elva Setyaningrum, perempuan kelahiran Makassar, 4 Februari 1966 itu menjelaskan pentingnya reformasi birokrasi sebagai pelaksanaan good governance dan anti korupsi. Timo Pangerang juga mengungkapkan penilaiannya terhadap perubahan budaya kerja yang kini terjadi di Direktorat Bea Cukai tersebut. Berikut wawancaranya.
Bagaimana penilaian anda terhadap reformasi birokrasi di Bea Cukai?
Sebenarnya reformasi birokrasi ini merupakan terobosan bagi Bea Cukai. Reformasi ini untuk menjawab sejumlah masalah dan keluhan yang selama ini muncul di lapangan.
Salah satu terobosan yang dilakukan Ditjen Bea Cukai adalah pembentukan Kantor Pelayanan Umum (KPU) di beberapa lokasi kepabeanan strategis, dimulai dari pembentukan KPU Bea Cukai Tanjung Priok pada kuartal pertama 2007. Hingga saat ini, KPU tersebut dianggap sebagai tonggak penting dalam sejarah reformasi birokrasi di lingkungan Ditjen Bea Cukai. Selain itu, KPU Bea Cukai ini dibentuk untuk memberikan pelayanan yang cepat, efisien, responsif dan transparan.
Apa inti dari reformasi birokrasi yang sudah dilakukan Bea Cukai?
Intinya peningkatan pelayanan dengan persepsi kepuasan bagi semua pengguna jasa layanan mereka. Saya rasa, dengan adanya reformasi itu, kinerja pelayanan Bea Cukai kini terus meningkat, meskipun belum mencapai tingkat kepuasan yang diharapkan. Harus diakui, dibutuhkan waktu dalam mengefisiensikan sebuah layanan pun menjadi lebih singkat dari sebelumnya.
Pelayanan Pabean untuk Jalur Prioritas, misalnya. Dari sebelumnya berlangsung hingga 3 jam lebih, kini bisa diselesaikan paling lama 20 menit sejak data diterima secara lengkap, termasuk konfirmasi bank. Selain itu, Ditjen Bea Cukai sebagai fasilitas perdagangan sudah memberi dukungan kepada industri dalam negeri, mengoptimalkan penerimaan negara serta melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang terlarang.
Artinya, menurut Anda ada peningkatan kinerja Bea Cukai, setelah reformasi ini?
Kalau dari laporan yang kita terima, iya. Kita juga bisa melihat dan mendengar di media untuk proses pelayanan juga lebih baik dan lebih bagus. Bahkan, setelah adanya reformasi birokrasi, Bea Cukai makin lebih transparan dan terukur dalam bidang pelayanan.
Misalnya, soal waktu untuk suatu perizinan dalam beberapa hari kerja. Selain itu, kerja teman-teman di Bea Cukai dalam melakukan penangkapan-penangkapan terhadap barang ilegal juga cukup baik. Seperti pada pekan lalu, mereka melakukan penangkapan kapal di perairan Sulawesi Selatan. Mereka mengkoordinasi dan memproses kasus tersebut dengan baik.
Bagaimana Anda melihat relasi perubahan budaya kerja tersebut dengan pemberantasan korupsi?
Sama halnya seperti di Direktorat Jenderal Pajak, Bea Cukai juga kini sudah menerapkan sistem kontrol yang ketat terhadap tindakan korupsi. Jadi saya menilai, reformasi birokrasi di Bea Cukai berjalan cukup sukses sebagai contoh pelaksanaan antikorupsi di Kementerian dan Lembaga Negara.
Sayangnya, banyaknya reformasi yang dilakukan, tapi faktor manusia sangat menonjol dibanding sistem yang dibangun. Untuk melakukan pemberantasan korupsi di Bea Cukai, diperlukan penegakan etika di kalangan pegawai.
Menurut Anda, apa kunci kesuksesan reformasi birokrasi itu?
Sebenarnya reformasi birokrasi yang diterapkan bergantung pada kebijakan kepemimpinan. Bukan hanya di Indonesia, reformasi birokrasi dalam konteks negara yang sangat korup secara nasional biasanya harus dimulai dari para pemimpinnya. Saat ini Indek Persepsi Korupsi (IPK) kita 3,0 dan berada di peringkat 129. Semoga pada tahun 2014 mendatang IPK 5,0. Kami berharap Indonesia menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya sehingga bisa menduduki peringkat 75. Ini adalah target yang tidak mudah serta perlu strategi antikorupsi yang efektif.
Adakah keuntungan yang didapat negara dengan keberhasilan reformasi birokrasi tersebut?
Banyak orang mengatakan, kerja di Bea Cukai adalah tempat yang "basah". Karena memang Bea Cukai sebagai salah satu lembaga penerimaan keuangan negara. Semenjak instansi tersebut melakukan reformasi birokrasi guna mengurangi tindak korupsi, penerimaan negara dari sektor Bea dan Cukai selalu mencapai target yang ditetapkan dalam APBN.
Selain itu, tugas Ditjen Bea Cukai juga menjaga industri dalam negeri dan keberlangsungan kehidupan bangsa. Jadi, kalau ada barang dan bea cukai ikut bermain di dalamnya, maka akan merusak produk dalam negeri.
© Copyright 2024, All Rights Reserved