Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengajak masyarakat berhenti mengkonstruksi bahwa kondisi Indonesia dalam keadaan gawat setelah Pilkada DKI. Hal itu hanya akan membesar-besarkan masalah.
"Mau sampai kapan? Kita sadar terdapat sejumlah masalah lain yang perlu ditangani dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," ujar Haedar kepada wartawan di Jakarta, Senin (08/05).
Haedar mengatakan yang ada dalam pikiran sering membentuk keadaan sehingga yang ringan dianggap berat dan akhirnya menjadi benar-benar, berat. Sebaliknya, keadaan normal disebut abnormal sehingga suasana menjadi terasa di luar kewajaran.
"Masalah sedikit ketika dianggap besar, benar-benar terasa besar. Maka, betapa penting menata atau mengkonstruksi pikiran agar tetap positif," ujar dia.
Haedar menilai, setelah Pilkada DKI, ada upya menggiring kepada pikiran atau pendapat yang digawat-gawatkan. "Ada yang menganggap kemenangan Anies-Sandi menjadi titik merebaknya radikalisme agama, intoleransi dan ancaman terhadap kebhinekaan, malah sebagian menyebut hasil kontestasi politik itu memicu mekarnya politik primordialisme atau suku, agama, ras dan antargolongan," ujar Haedar.
Haedar menuduh, ada pihak yang menggiring opini bahwa Ahok-Djarot mewakili kebhinekaan, toleransi, moderat dan rasionalitas sehingga ketika pasangan ini kalah, muncul pandangan peringatan atas keindonesiaan.
"Pikiran dan pandangan yang mengesankan situasi gawat seperti itu justru dapat berpotensi menciptakan psikologi kegawatan dalam berbangsa dan bernegara saat ini. Jika pendapat-pendapat negatif seperti ini terus diproduksi, boleh jadi malah akan terjadi saling berhadapan atau dihadap-hadapkan antardua pihak warga bangsa yang berbeda," kata dia.
Padahal, ujar dia, jika berpikir lebih jernih dan obyektif maka masalah yang berkembang masih bisa diatasi dan terus didialogkan untuk dicarikan solusi.
Haedar mengajak masyarakat untuk lebih bijak dengan mengkaji peristiwa secara seksama dan komprehensif agar tidak melahirkan pandangan dangkal yang menimbulkan politisasi dalam beragam bentuk, termasuk dramatisasi situasi.
"Bangsa ini telah melewati banyak rintangan dan masalah besar sehingga memiliki modal sosial yang relatif mencukupi untuk melewati masalah-masalah baru. Masalah harus dihadapi, tetapi jangan termakan situasi. Jangan sebarkan virus kecemasan dan kewaspadaan yang berlebihan yang menciptakan psikologi kegawatan melebihi kemestian," tandas dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved