Pemerintah Timor Leste mengajukan gugatan ke Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, untuk dapat membatalkan kerjasama pengolahan minyak dan gas dengan Australia. Timor Leste marah, karena badan Intelijen Australia, ASIS, memata-matai mereka sebelum negosiasi perjanjian migas senilai US$40 miliar itu dilakukan.
Aksi mata-mata tersebut dilakukan ASIS ini terungkap gara-gara informasi yang disampaikan seorang whistle blower. Timor Leste menyatakan ASIS melakukan aksi mata-mata dengan kedok program bantuan, dan memasang perangkat penyadap di ruang kabinet pemerintah Timor Leste di Dilli. Aksi tersebut kabarnya dilakukan atas perintah Menteri Luar Negeri Australia saat itu, Alexander Downer.
Timor Leste, menunjuk seorang pengacara warga Australia, Bernard Collaery untuk mewakili. Kasus tersebut akan diperiksa Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, Kamis (05/12) besok.
Menurut Collaery, rincian informasi aksi mata-mata itu belum diketahui hingga munculnya seorang whistle blower. “Dirjen ASIS dan wakilnya memerintahkan teknisi ASIS berangkat ke Timor Leste, dengan berkedok program bantuan Australia merenovasi dan membangun kantor kabinet di Dilli. Mereka memasang alat penyadap di dinding yang dibangun atas bantuan dana Australia," sebut Collaery kepada ABC Australia.
Ia mengatakan, saksi yang diperiksa badan intelijen Australia yang kini bernama ASIO, Selasa (03/12) kemarin bukanlah soerang mata-mata, melainkan mantan Direktur Teknik Operasi di ASIS. Menurut Collaery, saksi tersebut memutuskan untuk menjadi whistle blower, setelah tahu mantan Menlu Alexander Downer kini menjadi penasehat di Woodside Petroleum, pihak yang memenangkan kontrak migas tersebut.
Kontroversi kasus ini semakin merebak setelah pada Selasa (03/12) kemarin, petugas ASIO menggeledah rumah sekaligus kantor Collaery di Canberra. Saat penggeledahan berlangsung, Collaery justru sedang berada di Belanda mempersiapkan gugatan kasus tersebut.
Jaksa Agung George Brandis menyatakan pihaknya memberi izin penggeledahan, namun membantah hal itu ada kaitannya dengan kasus migas yang sedang bergulir di Belanda.
Sementara partai oposisi mengecam tindakan ASIO, dan mendesak Jaksa Agung menjelaskan duduk perkaranya. "Jika hal ini benar, tampaknya George Brandis menganggap dirinya sebagai J Edgar Hoover dan bisa seenaknya mengeluarkan surat perintah penggeledahan," ujar anggota parlemen Partai Hijau Adam Bandt.
Sementara Perdana Menteri Tony Abbott membela tindakan badan intelijen Australia tersebut. “Kita tidak mengintervensi kasusnya, tapi akan selalu memastikan kepentingan nasional kita ditegakkan," ujar Abbott.
Dalam pernyataan kepada ABC, Downer mengatakan tuduhan penyadapan ini sudah lama dan pihaknya tidak akan berkomentar atas masalah keamanan nasional. Sementara itu Pemimpin Oposisi Bill Shorten mengatakan badan intelijen Australia harus beroperasi dalam kerangka hukum yang berlaku.
© Copyright 2024, All Rights Reserved