Kasus penangkapan artis Raffi Ahmad di rumahnya masih menjadi pembicaraan sejumlah masyarakat. Apalagi jenis barang bukti yang diamankan Badan Narkotika Nasional (BNN) merupakan narkoba yang jarang sekali ditemukan di Indonesia.
Begitulah kata Dokter Spesialis Adiksi dan Ketergantungan Narkoba, Lula Kamal kepada politikindonesia.com, seusai menjadi pembicara dalam diskusi bertema "Methylone (M1) dan Peredaran Narkoba di Kalangan Pelajar" di Gedung BNN, Jakarta, Rabu (30/01).
Menurutnya, zat baru tersebut diketahui sebagai methylenedioxymethcathinone yang merupakan turunan dari katinon. Zat itu sudah diketahui sejak 1996 dan sebenarnya sudah diatur oleh undang-undang.
“Dalam Undang-Undang itu Katinon ada, Met Katinon ada, semua turunannya dari zat itu disebutnya narkoba juga," ungkap Dokter lulusan King’s College London Bidang Rehabilitasi Narkoba dan Adiksi ini.
Kepada Elva Setyaningrum, pembawa acara ini menjelaskan asal muasal zat tersebut. Selain itu, memaparkan, bahayanya bagi tubuh jika dikonsumsi terus dan cara mengetahui seseorang sebagai pengguna zat katinon. Lula juga mengungkapkan perkembangan zat ini di Indonesia dan negara lainnya. Berikut hasil wawancaranya!
Dari mana asal katinon tersebut?
Katinon sendiri berasal dari tanaman catha edulis atau khat yang tumbuh subur di Afrika dan sebagian wilayah Arab. Di daerah asalnya, tanaman ini dikonsumsi dengan cara dikunyah dan bukan diekstrak kandungan aktifnya menjadi methylenedioxymethcathinone. Jika masih dalam daun, katinon ini sebanding dengan minum kopi. Senyawa katinon alami banyak ditemukan pada daun kat. Senyawa katinon sebanding dengan kafein pada kopi dalam menstimulasi tubuh. Tapi kalau katinon yang dimasukkan kapsul itu konsentrasinya lebih besar. Apabila, senyawa katinon dicampur dengan zat lain menjadi sangat berbahaya.
Bagaimana cara mengetahui pecandu zat katinon?
Untuk mengetahui pemakai katinona ini tidak bisa dibuktikan hanya dengan pemeriksaan urine. Tapi harus dengan tes menyeluruh seperti test rambut dan sample darah dan itu pun sudah dilakukan BNN dalam kasus Raffi Ahmad cs. Bahkan, untuk pecandu, anjuran Kementerian Kesehatan (Kemenkes), sebaiknya pemakai katinon ini hanya direhabilitasi dan bukan dipidana.
Adakah efeknya jika terus dikonsumsi?
Dilihat dari segi efeknya, turunan katinon tersebut sama berbahayanya dengan ekstasi. Zat itu bisa membuat penggunanya ketagihan. Karena zat jenis ini termasuk sebagai jenis narkoba, pasti efek sangat membahayakan bagi kesehatan jiwa. Di antaranya bisa menimbulkan efek bisa membuat senang, tidak mudah lelah, dan anti depresi. Kalau dikonsumsi berlebih bisa menimbulkan halusinasi bahkan bisa sakit jiwa.
Menurut Anda, bagaimana perkembangannya di Indonesia?
Di Indonesia zat tersebut memang belum terlalu populer penggunaannya. Bahkan zat ini sulit di dapat dan bisa dikatakan, di Indonesia, jenis ini tidak ngetren. Namun sangat mudah diperoleh di luar negeri. Jadi ini bukan zat baru, baru kasus ini baru ditemukan di Indonesia. Kalau dikaitkan dengan kasus penangkapan di rumah Raffi Ahmad Cs, bisa saja ada yang membawanya dari luar negeri. Karena saat ini ekstasi sudah banyak ditinggalkan dan banyak yang memakai sabu. Nah, kemudian karena adanya katinon ini, kemungkinan produk ini yang mulai menyebar. Karena zat ini ada yang jual di internet. Untungnya, BNN baru menemukan zat ini.
Bagaimana dengan negara lain?
Seperti di Eropa, turunan katinon itu sudah digolongkan berbahaya. Sementara, di Inggris, katinon sudah dilarang sejak 2010, padahal zat jenis ini sudah ada sejak 2007. Karena belakangan baru diketahui efeknya sama dengan ekstasi. Kalau di Afrika, digunakan untuk menyirih.
Apa pendapat Anda mengenai zat sejenis ini yang terkandung dalam obat?
Untuk amphetamin dan zat sejenis ini memang amat mungkin terkandung dalam obat. Tapi biasanya itu pun dalam dosis kecil. Di obat-obatan ada kadar tertentu 100-200 Milligram. Tapi kalau dipakai terus menerus dan berlebihan efeknya bisa sama.
Kalau dikatakan narkoba, kenapa dalam Undang-Undang Narkotika, zat turunan itu tidak termasuk narkoba?
Turunan katinon ini sempat menjadi polemik karena belum termasuk sebagai narkoba dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Kemungkinan saat itu tak bisa mengakomodasi semua zat turunan. Tapi, dalam undang-undang itu, ada dua jenis katinon yakni katinona dan metkatinona. Keduanya merupakan jenis narkoba golongan 1 narkotika dan psikotropika, sama dengan ganja dan kokain. Sehingga tidak perlu lagi ada revisi dalam Undang-Undang Narkoba.
© Copyright 2024, All Rights Reserved